Pertanian presisi (precision farming) adalah suatu usaha pertanian dengan pendekatan dan teknologi yang memungkinkan perlakuan yang teliti (precise treatment) terhadap rantai agribisnis. Pertanian presisi merupakan revolusi dalam pengelolaan sumber daya alam berbasis teknologi informasi. Selama periode pertengahan tahun 1970 dan awal 1980 dikembangkan pengetahuan tentang tanah dengan survei tanah, penginderaan jarak jauh, dan pemantauan tanaman. Tujuan pertanian presisi adalah mencocokkan aplikasi sumber daya dan kegiatan budidaya pertanian dengan kondisi tanah dan keperluan tanaman berdasarkan karakteristik spesifik lokasi di dalam lahan (McBratney dan Whelan, 1995).
Aplikasi Pertanian Presisi
Pada pertanian konvensional (conventional farming), seluruh bagian lahan mendapatkan perlakuan yang seragam. Laju aplikasi yang konstan tersebut seringkali didasarkan pada pengukuran sifat sampel tanah gabungan yang dikumpulkan untuk merepresentasikan karakteristik rata-rata dari keseluruhan lahan. Dengan perlakuan demikian, maka kemungkinan yang dapat terjadi adalah adanya aplikasi yang berlebihan (overapplication) dan aplikasi yang kurang (underapplication). Sedangkan dengan precision farming, dapat dilakukan pengaturan masukan pertanian sesuai kebutuhan spesifik tempat tertentu pada setiap lokasi di dalam lahan. Perbedaan mendasar antara precision farming dan conventional farming yaitu masalah keragaman (variability). Variability merupakan gagasan kunci dari precision farming, khususnya penjabaran variability di dalam lahan. Variability harus dijabarkan paling tidak dalam tiga aspek yaitu spatial variability, temporal variability, dan predictive variability.
Precision farming memungkinkan adanya peningkatan produktivitas, sementara biaya produksi menurun dan dampak lingkungan minimal (NRC 1997, dalam Shibusawa, 2001). Menurut Blackmore (1994), tiga aspek dalam precision farming adalah: (1) menemukan apa yang terjadi dalam lahan, (2) memutuskan apa yang dilakukan untuk itu, dan (3) memberi perlakukan pada area tergantung pada keputusan yang dibuat.
Teknologi precision farming dapat digunakan dalam semua aspek siklus produksi tanaman dari operasi pratanam sampai pemanenan. Teknologi tersebut sekarang tersedia, atau akan segera ada, untuk memperbaiki pengujian tanah (soil testing), pengolahan tanah (tillage), penanaman (planting), pemupukan (fertilizing), pemberantasan gulma (spraying), pemanduan tanaman (crop scouting), dan pemanenan (harvesting).
Pemakaian precision farming dalam praktek memerlukan pendekatan sistem terintegrasi yang baik yang mengkombinasikan teknologi keras (hard technology) dan sistem lunak (soft systems) . Pelaksanaan precision farming merupakan suatu siklus yang berkesinambungan dari tahap perencanaan (planning season), tahap pertumbuhan (growing season), dan tahap pemanenan (harvesting season).
Pada saat ini banyak produsen tanaman menerapkan site-specific crop management (SSCM). Pemantauan hasil secara elektronis (electronic yield monitoring) seringkali menjadi tahap pertama dalam mengembangkan SSCM atau program precision farming. Data hasil tanaman yang presisi dapat digabungkan dengan data tanah dan lingkungan untuk memulai pelaksanaan pengembangan sistem pengelolaan tanaman secara presisi (precision crop management system).
Menurut Wolf dan Wood (1997), komponen teknologi dari precision farming adalah : (1) global positioning system (GPS), (2) yield monitoring, (3) digital soil fertility mapping, (4) crop scouting , dan (5) variable rate application (VRA).