"Mereka itu kafir tau"....kalimat itu rasanya pedas sekali meskipun tidak ditunjukan kepada saya. "Kafir"..."Kafir"...bukan sembarang kata. Bagi sya, mengatakan suatu golongan, orang, sebagai "Kafir" itu enggak banget. .Allah yang maha tahu. Ketika dihadapkan dalam suatu perbedaan dalam hal peribadatan atau perbuatan keseharian, saya lebih suka bilang "mereka memiliki keyakinan berbeda dengan saya, dan kita punya keyakinan masing-masing". Saya bukan siapa-siapa, tak bisa sembarang men-cap "kafir". Ketika seseorang sudah dicap kafir, rentetan akibatnya banyak (seperti yang saya baca di Republika) :
Ia (si tertuduh) tidak halal lagi untuk hidup bersama dengan istrinya. Ia wajib dipisahkan dari istrinya karena seorang wanita Muslimah tidak sah menjadi istri lelaki kafir. Sebagaimana telah disepakati dengan yakin oleh para ulama.
Anak-anaknya tidak boleh berada di bawah kekuasaannya. Hal itu disebabkan ia tidak dapat lagi diserahi amanat mengurus anak-anaknya dan dikhawatirkan ia akan memengaruhi mereka dengan kekafirannya.
Lebih-lebih bila mental mereka masih labil sehingga sangat mudah dipengaruhi. Jadi, anaknya merupakan amanat yang harus dipikul oleh masyarakat Islam secara keseluruhan.
Lebih-lebih bila mental mereka masih labil sehingga sangat mudah dipengaruhi. Jadi, anaknya merupakan amanat yang harus dipikul oleh masyarakat Islam secara keseluruhan.
Jika ia mati, tidak berlaku atasnya ketentuan hukum yang berlaku bagi kaum Muslimin. Karena itu, ia tidak dimandikan, tidak dishalati, tidak dikubur di pekuburan kaum Muslimin, dan tidak mewariskan sebagaimana ia tidak mewarisi harta ahli warisnya.
Demikianlah, kita harus berhati-hati dan berpikir berulang-ulang manakala kita hendak mengafirkan orang lain. Sebab, hal itu akan membawa dampak hukum yang sangat berat bagi si tertuduh.